Prolog
Seperti yang selalu kuutarakan padamu. Sesungguhnya aku sedang bertempur mati-matian melawanmu. Lupakah kamu? Huh.. Lelaki bodoh.
------------------------@---------@----------------------------------
Ingin sejenak kutumpahkan air mata buayaku. Dan ingin kuiringi sejuta keluhan jiwa. Aku.... Aku lelah dan bimbang...tentangku...tentang cita-citaku.
Aku terlahir dengan cita-cita setinggi langit. Betapa inginnya hidup seperti mereka yang bisa mencapai puncak pendidikan tertinggi. Lalu, aku sendiri? Masih menelikung diri dalam kegalauan.
Terkadang terlintas keputus-asaan untuk menikah saja dari pada bersusah ria mengejar ambisi cita-cita? Ah, jangan-jangan menikah pun adalah jalan menyerahku akan susahnya bersabar mengejar cita-cita.
Aku tak tahu kawan. Bahkan bisa jadi menikah adalah solusi kegalauanku. Seperti gaung yang sering kudengar, "menikah tak akan menghambat cita-cita pendidikan dan ambisi karier."
Entahlah... Aku tak tahu... Kumandang subuh telah tiba....
Komentar