Tak ada yang berubah. Aku masih tetap mencari apa yang kamu namakan kebahagiaan itu. Definisinya masih terasa kabur walaupun terkadang masih meraba-raba (baca:rasa-rasanya) inilah yang disebut kebahagiaan itu. Entahlah..
Dini hari kemarin. Saat jam dinding kamarku berdenting dua kali. Aku terbangun dalam kepanikan. Aku bermimpi bertengkar dengan teman SMA-ku. Aku marah padanya. Setelah menikah ia tak pernah liqo.
Ia kutegur dengan keras. Kukatakan:"Kita ini sudah terlalu banyak "makan" dari partai, harusnya kita ini tahu diri. Masa untuk liqo aj susahnya minta ampun." Agak nyinyir aku mendengar teguranku. Aku sendiri sudah lama tak pernah liqo. Ya itulah mimpiku dini hari kemarin.
Oh, iya. Kepanikannya. Sekawanan singa mengejar-ngejarku. Tentu saja singa itu bukan kamu yang aku maksudkan.
Aku pun terbangun panik dan hilang sudah kantukku. Aku berpijak kembali ke duniaku yang meresahkan. Entahlah.. Dini hari kemarin aku tak kuasa menahan keresahan jiwaku.
Terpikir untuk merehatkan sejenak jiwa lelahku dan mengisi energi penghambaanku yang perlahan pergi.
Ba'da wudhu, kulangkahkan kakiku menuju mesjid lodan. Agak kaget saat kulihat seorang kakek renta sejurusan denganku menuju mesid.
Ia berjalan tertatih-tatih berusaha berdamai dengan keringkihan tubuhnya. Bergegas aku menghampirinya. Kuucapkan salam dan langsung kupapah dirinya. Ia hanya tersenyum. Senyuman yang sangat berkesan sekali. Nampak ikhlas dan puas sekali.
Ba'da sholat dan dzikir, ia nampak bersantai dengan menyandarkan tubuhnya. Aku pun mendekatinya. Dan langsung bertanya,"Kek, apakah kebahagiaan itu? Aku ingin mengenalnya."
Ia nampak kaget dan terbengong mendengar pertanyaanku, "Kebahagiaan? Apakah kebahagiaan itu?" Ia balik bertanya kepadaku.
"Justru karena aku belum mengenalnya, aku pun bertanya padamu, kek." Jawabku.
Ia pun menarik nafasnya yang berat. Dan berkata, "Kebahagiaan. Semua orang merinduimu. Ingin mengenalmu. Namun, tidak semua orang mengenalmu. Mungkin termasuk diriku." Sejenak terdiam.
"Nak, jika yang kamu maksudkan adalah aku bisa melihat anak-anakku tumbuh besar dan sukses dalam pekerjaannya. Mungkin itulah yang dimaksud dengan kebahagiaan itu."
"Nak, jika yang kamu maksudkan adalah aku bisa beribadah di mesjid ini dengan tenang dan damai. Mungkin itulah yang kamu tanyakan tentang kebahagiaan itu."
Aku terdiam mendengar jawaban sang kakek. Dalam namun simpel. Aku sangat terkesan.
Kutarik nafasku sedalam-dalamnya nafas. Aku pun beranjak kembali ke tempat dudukku semula. Dan..
"Sebentar, nak. Terakhir dariku. Aku ingin menyimpulkan. Mungkin, kebahagiaan itu adalah kebersyukuran jiwamu atas nikmat Tuhan."
Eureka!!! Ya.. Kesimpulan yang sangat indah. Perlahan namun pasti tabir resah jiwaku perlahan pergi. "Wahai kebahagaiaan, I'm coming..."
Dini hari kemarin. Saat jam dinding kamarku berdenting dua kali. Aku terbangun dalam kepanikan. Aku bermimpi bertengkar dengan teman SMA-ku. Aku marah padanya. Setelah menikah ia tak pernah liqo.
Ia kutegur dengan keras. Kukatakan:"Kita ini sudah terlalu banyak "makan" dari partai, harusnya kita ini tahu diri. Masa untuk liqo aj susahnya minta ampun." Agak nyinyir aku mendengar teguranku. Aku sendiri sudah lama tak pernah liqo. Ya itulah mimpiku dini hari kemarin.
Oh, iya. Kepanikannya. Sekawanan singa mengejar-ngejarku. Tentu saja singa itu bukan kamu yang aku maksudkan.
Aku pun terbangun panik dan hilang sudah kantukku. Aku berpijak kembali ke duniaku yang meresahkan. Entahlah.. Dini hari kemarin aku tak kuasa menahan keresahan jiwaku.
Terpikir untuk merehatkan sejenak jiwa lelahku dan mengisi energi penghambaanku yang perlahan pergi.
Ba'da wudhu, kulangkahkan kakiku menuju mesjid lodan. Agak kaget saat kulihat seorang kakek renta sejurusan denganku menuju mesid.
Ia berjalan tertatih-tatih berusaha berdamai dengan keringkihan tubuhnya. Bergegas aku menghampirinya. Kuucapkan salam dan langsung kupapah dirinya. Ia hanya tersenyum. Senyuman yang sangat berkesan sekali. Nampak ikhlas dan puas sekali.
Ba'da sholat dan dzikir, ia nampak bersantai dengan menyandarkan tubuhnya. Aku pun mendekatinya. Dan langsung bertanya,"Kek, apakah kebahagiaan itu? Aku ingin mengenalnya."
Ia nampak kaget dan terbengong mendengar pertanyaanku, "Kebahagiaan? Apakah kebahagiaan itu?" Ia balik bertanya kepadaku.
"Justru karena aku belum mengenalnya, aku pun bertanya padamu, kek." Jawabku.
Ia pun menarik nafasnya yang berat. Dan berkata, "Kebahagiaan. Semua orang merinduimu. Ingin mengenalmu. Namun, tidak semua orang mengenalmu. Mungkin termasuk diriku." Sejenak terdiam.
"Nak, jika yang kamu maksudkan adalah aku bisa melihat anak-anakku tumbuh besar dan sukses dalam pekerjaannya. Mungkin itulah yang dimaksud dengan kebahagiaan itu."
"Nak, jika yang kamu maksudkan adalah aku bisa beribadah di mesjid ini dengan tenang dan damai. Mungkin itulah yang kamu tanyakan tentang kebahagiaan itu."
Aku terdiam mendengar jawaban sang kakek. Dalam namun simpel. Aku sangat terkesan.
Kutarik nafasku sedalam-dalamnya nafas. Aku pun beranjak kembali ke tempat dudukku semula. Dan..
"Sebentar, nak. Terakhir dariku. Aku ingin menyimpulkan. Mungkin, kebahagiaan itu adalah kebersyukuran jiwamu atas nikmat Tuhan."
Eureka!!! Ya.. Kesimpulan yang sangat indah. Perlahan namun pasti tabir resah jiwaku perlahan pergi. "Wahai kebahagaiaan, I'm coming..."
Komentar