Langsung ke konten utama

Menenun Jiwa

Aku ingin menangis sejadi-jadinya. Begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepadaku. Entah itu kelancaran rezeki melalui usaha klinik istriku ataupun keselamatan dan kesehatan ragaku. Namun, amalku masih segitu-gitu saja.

Jauh di lubuk hatiku yang terdalam, aku merindukan sosok laki-laki yang berkarakter sholih. Betapa seringnya aku bermalas-malasan dalam beribadah. Berat kaki tuk melangkah. Kadang ketika kupaksakan, aku merasa seperti mayat hidup tanpa jiwa.

Terkadang, aku harus menggedor-gedor pintu hatiku agar aku sadar dan fokus. Namun, seolah ada tembok tebal yang menghalangi diriku dari kesadaran penuh. Aku terperangkap dalam lingkaran kebiasaan buruk yang tak kunjung bisa kubebaskan diri darinya.

Malam itu, aku duduk di sudut kamar, merenung tentang hidupku. Istriku, yang selalu sabar dan penuh kasih, sedang tertidur lelap di sampingku. Aku memandang wajahnya yang damai, dan tiba-tiba rasa bersalah menyergapku. Mengapa aku tak bisa menjadi suami yang lebih baik untuknya? Mengapa aku tak bisa menjadi lelaki yang sholih, yang bisa membimbingnya dalam kebaikan?

Aku pun memutuskan untuk memulai perubahan. Aku tahu bahwa perubahan besar harus dimulai dari langkah-langkah kecil. Esok paginya, aku bertekad untuk bangun lebih awal dan memulai hari dengan sholat subuh berjamaah di masjid. Ini adalah langkah pertama yang akan kulakukan.

Pagi itu, ketika adzan subuh berkumandang, aku memaksakan diri untuk bangun. Rasa kantuk masih menyelimuti, tetapi aku mengabaikannya. Dengan langkah berat, aku menuju kamar mandi untuk berwudhu. Air dingin membasuh wajahku, memberikan kesegaran dan semangat baru. Aku mengenakan baju koko dan sarung, lalu melangkah keluar rumah.

Masjid masih sepi ketika aku tiba. Hanya ada beberapa orang tua yang tengah khusyuk berdoa. Aku mengambil tempat di saf depan dan menunggu imam memulai sholat. Saat sholat dimulai, aku mencoba untuk khusyuk. Namun, pikiran-pikiran duniawi masih berusaha menyelinap. Aku berjuang keras untuk mengabaikannya dan fokus pada ibadahku.

Selesai sholat, aku merasa sedikit lega. Ini adalah langkah kecil, tetapi berarti. Aku berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan dan konsistensi dalam beribadah. Aku tahu, perjalanan ini tidak akan mudah. Tetapi, aku bertekad untuk terus berusaha.

Hari-hari berikutnya, aku terus berjuang melawan rasa malas. Aku mulai rutin mengikuti kajian di masjid dan berusaha memperdalam ilmu agamaku. Aku juga lebih sering berkomunikasi dengan istriku, membicarakan hal-hal yang selama ini jarang kami bicarakan, seperti rencana masa depan dan harapan-harapan kami.

Istriku mendukung sepenuh hati. Ia menyemangatiku setiap kali aku merasa down. Perlahan, aku merasakan perubahan dalam diriku. Aku menjadi lebih sabar, lebih tenang, dan lebih ikhlas dalam menjalani hidup. Amalku pun semakin bertambah, meskipun aku tahu masih banyak yang perlu diperbaiki.

Suatu malam, saat kami duduk berdua di teras rumah, aku berbicara dari lubuk hatiku. "Maafkan aku, Sayang, selama ini aku belum bisa menjadi suami yang baik. Aku berjanji akan terus berusaha memperbaiki diri."

Istriku menggenggam tanganku erat. "Aku selalu mendukungmu, Mas. Aku tahu kamu bisa. Kita akan menjalani semua ini bersama-sama."

Dalam pelukan hangatnya, aku merasa kekuatan baru. Aku tahu, perjalanan menuju kesholihan adalah perjalanan panjang. Tetapi, dengan dukungan istri dan pertolongan Allah, aku yakin bisa menjadi lelaki yang lebih baik. Langkah demi langkah, aku akan terus berusaha.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

13 Kasus Korupsi yang Belum Terselesaikan Versi ICW

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tantangan yang tidak mudah dalam pemberantasan korupsi. Nah, di bawah kepemimpinan pimpinan baru KPK nantinya, setidaknya ada 13 kasus korupsi yang harus dibereskan. Berikut ini 13 kasus korupsi yang belum terselesaikan versi Indonesia Corruption Watch: 1. Kasus korupsi bailout Bank Century 2. Suap cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI 3. Kasus Nazaruddin sepeti wisma atlet dan hambalang 4. Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang lain 5. Rekening gendut jenderal Polri 6. Suap program Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemenakertrans 7. Korupsi hibah kereta api di Kemenhub 8. Korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM 9. Korupsi sektor kehutanan khususnya di Pelalawan Riau 10. Kasus mafia anggaran berdasar laporan Wa Ode Nurhayati 11. Kasus korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan Freeport Newmont...

Memendam Rasa

Bertahun-tahun aku hidup dalam pendaman rasa yang membuat hatiku resah tak terperikan. Ketakutan jiwa kuanggap hanyalah halusinasi belaka. Akhirnya, kuobati dengan pikiran-pikiran positif bahwa akulah yang seharusnya introspeksi diri. Namun, akhirnya apa yang kupendam selama ini ternyata adalah kenyataan, bukan sekadar ilusi. Terkadang aku merasa kasihan kepada diriku sendiri. Aku telah tertipu bertahun-tahun oleh seseorang yang aku pikir bisa dipercayai. Mungkin inilah takdirku. Takdir yang harus aku terima sepahit apa pun. Walaupun aku masih geleng-geleng kepala, kok bisa berbuat seperti itu sambil terkesan. Lalu, datang kepadaku tanpa merasa bersalah. Senyum dan tertawa bersama keluarga kecilku. Tak pernah ada yang mengira penipuannya telah berlangsung ribuan hari. Bukan sehari dua hari, tetapi ribuan hari. Ckckckck... Tertidur ribuan hari sepertinya tak mungkin. Terlena dalam keadaan sadar, sepertinya seperti itu. Takdirku... Hari-hari berlalu dengan perasaan yang campur aduk. Aku ...

Alone

Aku memutuskan untuk pergi berlayar. Kukembangkan perahu layarku. Dan kubiarkan angin pagi lautan menerpanya. Amboi. Indah nian. Tak pernah aku menikmati kesendirianku selama ini. Kehidupan kota terlalu kejam menyiksa batinku dengan segala gemerlapnya. Kini di pagi yang cerah ini aku berlayar di tengah lautan bebas menikmati sisa-sisa hidup yang mungkin tak lama lagi kunikmati. Inilah kebebasanku. Mencumbu alam, menikmati alam.