Pelabuhan cinta memang selalu misteri. Aku tak pernah menduga ataupun tahu akan menikah dengan siapa. Karenanya, ketika murabbi mengirimiku sebuah email yang berisi biodata ta'aruf seorang akhwat, aku menerimanya dengan bismillah.
"Semoga Allah memudahkanku dalam menyempurnakan dien ini..." Itulah sepenggal doaku di sepertiga malam saat menerima email Sang Murabbi.
Tak cukup waktu lama setelah aku mengirimkan balik biodata ta'arufku. Murabbiku menghubungiku untuk ta'aruf dan nadhor dengan Sang Akhwat. Aku pun menyanggupinya tanpa protes walaupun jarak yang kutempuh cukup jauh dari rumahku. Bismillah...
Dengan didampingi murabbi, aku dan dia saling memperkenalkan diri. Sejujurnya tak ada rasa istimewa yang kurasakan saat bertemu dan melihat Sang Akhwat. Tak ada basa-basi rasa cinta. Tak ada sama sekali kurasakan. Biasa-biasa saja. Namun, semuanya kujalani saja dengan bismillah.
"Ya Allah, Engkau Maha Tahu jika aku ingin memperbaiki diriku. Dan Engkau sedang membukakan pintu pernikahan ini sebagai jalan taubatku. Dan aku tahu bahwa Engkau tak pernah salah karena takdir-Mu selalu sempurna."
Hingga akhirnya Allah takdirkan lisanku berijab. Allah mudahkan segalanya. Dan sekali lagi semuanya kujalani tanpa protes tanpa melawan. Hanya bismillah yang berbisik dalam jiwaku.
"Jatuh cinta lalu menikah..." Begitulah kisah banyak orang yang kutahu. Tetapi, aku sendiri saat menikah dengannya belum ada rasa cinta sedikitpun. Serius. Aku tidak bohong.
Aku memang tidak jatuh cinta saat dipertemukan dengannya. Tetapi, aku sedang membangun cinta ketika aku berikrar untuk menjadi imamnya.
"Ya Allah, karuniakanlah kami rasa cinta yang akan membuat kami semakin cinta kepada-Mu..."
Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan getaran-getaran kecil yang perlahan menjalari hatiku. Hari demi hari, aku menyadari bahwa kehadirannya mulai memberi warna dalam hidupku. Senyumnya yang tulus, kesederhanaannya, dan ketaatannya kepada Allah membuatku kagum.
Pada suatu malam, ketika aku sedang merenung di sajadahku, aku merasa ada sesuatu yang ganjil dalam hatiku. Ada keraguan dan kebingungan yang melanda. Aku merasa bingung dengan perasaan yang muncul. Apakah ini cinta? Ataukah hanya kekaguman sesaat?
"Ya Allah, jika perasaan ini adalah cinta, maka tetapkanlah hatiku untuk mencintainya karena-Mu. Namun, jika ini bukan cinta, maka hilangkanlah perasaan ini agar aku tidak terjebak dalam kebingungan," doaku dalam hati.
Pernikahan kami berjalan dengan baik, namun ada satu hal yang selalu mengusik pikiranku. Aku merasa belum bisa memberikan yang terbaik untuknya. Aku merasa belum bisa mencintainya sepenuh hati. Perasaan ini membuatku resah dan gelisah.
Pada suatu hari, kami berdua duduk di teras rumah, menikmati teh hangat sambil berbicara tentang kehidupan. Aku memberanikan diri untuk membuka percakapan yang selama ini kusimpan dalam hati.
"Sayang, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan," kataku pelan.
Dia menatapku dengan lembut, "Apa itu, Mas?"
"Aku merasa belum bisa mencintaimu sepenuh hati. Aku merasa ada yang kurang dalam pernikahan kita," ungkapku dengan jujur.
Dia tersenyum, "Mas, cinta itu bukan sesuatu yang instan. Cinta itu perlu dibangun dan dirawat. Aku yakin, seiring berjalannya waktu, kita akan saling mencintai lebih dalam. Yang penting, kita tetap bersama dan saling mendukung."
Kata-katanya menyejukkan hatiku. Aku merasa lega telah mengungkapkan isi hatiku. Sejak saat itu, aku bertekad untuk lebih banyak berusaha mencintainya. Aku mulai lebih banyak meluangkan waktu bersamanya, mendengarkan ceritanya, dan memahami kebutuhannya.
Waktu terus berlalu, dan cinta itu pun berlabuh. Aku pun tak kuasa menahan pagutan asmara. Semenjak hari pertama sampai sekarang, aku bisa merasakan hatiku semakin kasmaran. Alhamdulillah.
Suatu hari, kami menghabiskan waktu di taman kota. Melihat anak-anak bermain, kami berdua berkhayal tentang masa depan dan anak-anak yang akan kami miliki. Pembicaraan itu membuatku semakin menyadari betapa berharganya dia dalam hidupku.
"Menikahi wanita yang kita cintai itu kemungkinan. Dan mencintai wanita yang kita nikahi itu kewajiban," ucapku padanya.
Dia mengangguk setuju, "Benar, Mas. Cinta itu memang perlu diupayakan. Dan aku bahagia bisa mengupayakannya bersamamu."
Kehidupan kami pun berjalan dengan penuh kebahagiaan dan cinta. Kami saling mendukung dan menguatkan satu sama lain dalam setiap keadaan. Konflik batin yang dulu kurasakan perlahan hilang, tergantikan oleh cinta yang tulus dan ikhlas.
Ketika ujian datang dalam rumah tangga kami, kami selalu bersama-sama menghadapinya. Kami saling menguatkan dan mengingatkan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Dan dengan bismillah, kami selalu yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik.
Pada akhirnya, aku menyadari bahwa cinta bukanlah sesuatu yang langsung hadir dengan sempurna. Cinta adalah proses yang harus dibangun dan dirawat setiap hari. Dengan bismillah, kami membangun cinta kami dan menjadikannya lebih indah dari hari ke hari.
---
Cinta yang berawal dari ta'aruf dan tanpa rasa istimewa pun bisa tumbuh dan berkembang menjadi cinta yang indah dan kuat. Dengan bismillah, segala keraguan dan kebingungan dapat diatasi, dan cinta yang tulus pun akan bersemi.
---
Bagaimana menurutmu? Apakah ada bagian yang perlu diperbaiki atau ditambahkan?
Komentar