Akhir-akhir ini Alloh mengilhamkanku melalui beberapa ibu rumah tangga yang berani sharing biduk rumah tangga mereka.
Rasanya lelah sekali hatiku ketika harus merasakan kepedihan yang mereka derita. Hidup. Mungkin beginilah hidup itu. Begitu melelahkan. Rasanya melihat semua ini membuatku muak. Haruskah aku menikah? Lalu kemudian merasakan kepedihan ini? Entahlah...
Haruskah pernikahan yang dibangun atas nama cinta harus berakhir dan bercerai berai? Haruskah kata cerai itu ada? Apa yang salah dalam hubungan pernikahan ini?
"Aku terima nikahnya fulan binti fulan dengan mas kawin seperangkat alat sholat...... "
Apakah ucapan diatas hanyalah sekedar ucapan belaka tanpa makna? Seperangkat alat sholat menjadi saksi. Bukan sekedar alat tapi jauh dari pada itu.
"Dirikanlah sholat.." Begitulah firman Tuhan. Begitulah maknanya. Bahkan jauh lebih dari itu. Mendirikan sholat bukan hanya melakukan gerakan-gerakan sholat, tapi nun jauh di sana adalah melaksanakan segala titah Tuhan dan mnjauhi laranganNya.
Rasanya aku ingin hidup berteman sepi saja. Tanpa kebisingan hidup, tanpa kebisingan problematika masalah rumah tangga. Aku mungkin tak akan menikah. Mungkinkah?
Ah, aku tak tahu. Aku merindukan keheningan. Aku memimpikam ketenangan dan kedamaian jiwa. Bagaimana mungkin keheningan, ketenangan dan kedamaian jiwa kudapatkan jika aku terbelenggu oleh dunia, oleh ikatan biduk rumah tangga?
Tapi, pernikahan adalah titah Tuhan. Bahkan nabi tidak mengakui sebagai ummatnya jika kita tidak menikah.
Iya, iya, aku akan menikah karena titah Alloh bukan selainNya. Iya, mungkin aku tidak akan menikah jika saja Alloh tidak bertitah.
Iya, mungkin akar semua problemtika hidup termasuk pernikahan adalah niat kita yang tidak tertuju kepada Alloh.
Iya, mungkin sudah saatnya kita meniatkan hidup, meniatkan pernikahan kita hanya karena Alloh bukan selainNya.
Jaminan ketenangan, kedamaiaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat akan didapatkan jika meniatkannya kerana Alloh.
Semoga...
Komentar