"RINDU..."
Masih membekas dalam ingatanku ketika ia mengiba penuh lelehan air mata di pipinya agar aku tak meninggalkannya. Dengan senyuman ketidakpedulianku aku tetap dengan pendirianku untuk meninggalkannya.
Sejumput haru dan iba selalu menghantui hari-hariku setiap kali teringat air matanya yang selalu tumpah karenaku. Mungkin karena inilah ia selalu tersimpan erat dalam ingatanku.
Begitu pula ketika ia meminta izin untuk menikah dengan seorang laki-laki yang kuanggap seorang laki-laki yang hebat. Kuijinkan ia dengan kelapangan dada seorang lelaki dewasa.
"Jika ia memang seorang laki-laki yang baik, terimalah. Aku bersyukur mendengarnya. Semoga hidupmu diberkahi Alloh." Kukatakan itu dengan kemantapan hati. Tentu saja hatiku plong karena aku terbebas dari dirinya.
Namun, setelah aku melihat foto pernikahan dirinya. Kilasan-kilasan kenangan bersama dirinya terus menerus menghantuiku sehingga hatiku berbisik lirih, "Aku menyesal meninggalkanmu."
Segala kebaikan dan perhatiannya tak pernah lekang dari ingatanku. Kuakui dia adalah wanita terbaik yang pernah kukenal. Cintanya kepadaku terasa tulus. Padahal tak sejumput pun aku mencintainya. Hanya rasa iba saja yang hadir di hatiku melihat cintanya kepadaku.
Dan setelah itu aku bertemu dengan banyak wanita dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Namun, aku tak pernah bertemu seseorang yang sebaik, seperhatian dan seanggun dirinya.
Wanita yang lebih cantik dari dirinya memang banyak tetapi sebaik dirinya tak pernah kujumpai. Mulailah rasa sesal menghantui diriku. Aku mulai dikejar-kejar rasa sesal dan bersalah. Salahku sendiri yang telah meninggalkannya. Dan kini aku sendiri yang menanggung rasa sesal.
Lalu, aku mendapat kabar bahwa ia telah mempunyai seorang bayi cantik. Segera kulihat facebooknya. Dan... Aku merasakan sebuah tikaman belati yang membuatku serasa mati rasa. Aku tersenyum pahit. Ah, beginilah hidup...
Iya, beginilah hidup mengajarkanku. Seketika aku tertawa terbahak-bahak menertawakan nasibku sendiri. Logikaku segera mengambil alih diriku setelah sempat limbung oleh gelombang perasaan.
Tidak. Aku tidak menyesalinya. Ini suratan takdir yang memang harus aku terima. Aku harus menerima ketika cintanya beralih kepada suaminya. Kemudian berbuah keberkahan dengan lahirnya bayi yang cantik.
Aku berbahagia melihat kebahagiaan dirinya. Aku pun berdoa semoga Alloh memberkahi dia dan keluarga kecilnya.
Hidup memang indah, lucu, menggemaskan dengan segala hal-hal yang unik. Dan aku bersyukur atas karunia Allah kepadaku sekarang.
Dan suatu saat aku pun akan mengabarkan kepada dunia bahwa aku akan menikah dengan seorang wanita yang luar biasa dengan keunikannya. Alloh pilihkan ia untukku agar aku bertambah cinta kepada-Nya. Ia adalah wanita sholehah. Aamiin...
Hingga suatu senja teleponku berdering nyaring, sahabatnya mengabarkanku jika suaminya mengalami kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit. Entah setan apa yang ada dalam kepalaku tiba-tiba saja muncul senyuman-senyuman iblis di dalamnya. Aku beristighfar berkali-kali, bagaimana mungkin aku berbahagia ketika ia mengalami musibah. Aku benci isi kepalaku. Dasar laki-laki bajingan...
Aku bergegas mengendarai mobil tuaku menuju rumah sakit. Namun tiba-tiba handphoneku berdering kembali dan.....sahabatnya mengabariku jika suaminya telah meninggal. Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un.
Deg. Aku merasa hatiku penuh sejuta rasa. Dadaku berdegup kencang. Setan kembali tertawa terbahak-bahak. Rasa senang terasa mengalir begitu lirih. "Allohu Akbar!!!" Aku berteriak sekencang-kencangnya. Kuhentikan sejenak kendaraanku di pinggir jalan. Kupijat perlahan dahiku. "Ya Alloh, tolonglah diriku dari perasaan jahat ini.. "
Kulewati lorong-lorong sepi rumah sakit dengan deburan dada yang tak bisa kukendalikan. Sedikit bingung dan ragu apa yang akan terjadi ketika aku bersua kembali dengannya setelah lima tahun tak bersua. Ah, aku tak tahu. Aku masih merasa bingung untuk berani meramal masa depanku. Aku takut harapanku tersia.
Kulihat sahabatnya sedang duduk di bangku tunggu rumah sakit. Di sampingnya bersandar seorang wanita berjilbab yang nampak kusut sekali. Wajahnya masih samar. Mungkinkah itu dia? Hatiku mulai menduga-duga.
"Assalamualaikum.... " Salamku lirih. Sahabatnya menjawab salamku dengan senyuman kelu. Ternyata wanita yang bersandar itu adalah dirinya. Kelopak matanya yang terpejam nampak sisa-sisa kelelahan dan kesedihannya.
"Rindu..." Kuseru namanya sepenuh rindu yang kupunya. Sepertinya aku mulai gila karena merindukan istri orang lain. Perlahan ia membuka kelopak matanya. Ia nampak kaget melihat diriku di depannya. Matanya nanar menatapku penuh kebingungan. Sejenak ia menatap sahabatnya berharap menemukan jawaban. Sahabatnya mengangguk kecil.
"Aku turut berduka cita atas musibah yang menimpamu." Ujarku lirih. Terlihat air mata menggenang kembali di pelupuk matanya. Aku terdiam untuk beberapa saat. Menunggunya menumpahkan segala kepedihan jiwa.
"Maafkan aku yang belum bisa mengendalikan perasaanku. Aku merasa semua ini hanyalah mimpi di siang bolong. Aku seperti kehilangan pijakan..." Ujarnya sambil terisak lirih. "Terima kasih atas perhatianmu dengan datang menjenguk kami."
"Kapan jenazah suamimu akan dibawa ke rumah?" Tanyaku perlahan. "Aku berharap bisa membantu semuanya." Kutarik nafas dalam-dalam, "Sebaiknya kamu menanti di rumah dan mengabari keluarga suamimu agar menunggunya di rumah, biarlah aku yang mengurusi jenazahnya sampai tiba di rumah duka." Ia menatapku sejenak lalu mengangguk perlahan.
Setelah ia pergi, bergegas aku menuju kamar jenazah.......to be continued (ceritanya dipotong dulu, masih kurang faham or kurang info apakah yang dilakukan pertama kali terhadap jenazah kecelakaan itu)
Kutatap jenazah suaminya penuh haru.. Kudekati tubuh yang terbujur kaku itu. Aku tak kuasa menahan tangis. Laki-laki hebat yang kukenal ini telah pergi. Kukecup perlahan kening kaku dan dinginnya. "Selamat tinggal Sahabat.. Selamat tinggal.. Semoga Alloh mengampuni dan menyayangimu..."
#RisalahCinta
Komentar