Kita tidak pernah tahu seberapa panjang perjalanan hidup seseorang saat pertama kali berjumpa dengannya. Bahkan orang yang kita kenal di sekolah, kantor, tetangga, boleh jadi kita juga tidak tahu seberapa panjang perjalanan hidupnya. Seberapa dalam luka yang pernah dia terima--kemudian sembuh. Seberapa keras hidup ini menyakitinya--kemudian dia mampu melewatinya.
Perpisahan. Pertengkaran. Kegagalan. Hilangnya cita-cita. Entah apalagi yang pernah dilaluinya dengan merangkak. Itu adalah bagian yang tersembunyi, tidak nampak dari luar.
Tetapi kita selalu bisa merasakan perjalanan hidup tersebut membentuk seseorang.
Orang-orang yang sungguh bijak, menyenangkan bicara dengannya, boleh jadi dia telah melewati begitu banyak kehidupan yang menyakitkan. Orang-orang yang wajahnya damai, tersenyum lembut, sangat menenteramkan menatapnya, boleh jadi adalah produk dari proses panjang penuh liku. Pun orang2 dengan mata yang demikian teduh, seperti menatap lautan luas--boleh jadi adalah orang yang pernah melewati badai kehidupan besar, dan dia tidak tenggelam, justeru tumbuh dengan dalamnya penerimaan dan ketulusan.
Jika kita bersedia memperhatikan, banyak sekali orang2 ini di sekitar kita. Tinggal apakah kita mau menyisihkan waktu memperhatikannya. Orang tua di sekitar kita, guru-guru kita, tetangga kita, bahkan orang2 yang kita lewati saat menuju sekolah, kantor, mereka ada di sekitar kita, orang2 dengan perjalanan hidup yang panjang--sesederhana apapun kehidupannya. Pun tambahkan, besok lusa, giliran kitalah yang menjadi bagian dari orang2 tersebut.
Apakah kita akan tumbuh dengan wajah yang menyenangkan? Senyum yang damai? Bola mata yang menatap teduh? Kalimat2 yang menginspirasi? Aktivitas yang penuh manfaat? Sungguh beruntung jika kita tumbuh dengan itu semua. Atau sebaliknya, wajah kita tidak enak dilihat, mulut kita tetap menyakitkan setiap bicara, senyum kita kecut, apalagi bola mata, menatap sinis dan membawa aura kebencian, tetap rakus akan dunia, tetap sibuk pamer dsbgnya. Bayangkan saat usia kita 50-60 tahun kelak, kita akan menjadi yg mana?
Terkadang, kita tidak perlu sibuk mencari “guru kehidupan” dalam hidup ini. Boleh jadi, kita sendirilah “guru kehidupan” tersebut, sepanjang bersedia terus memperbaiki diri. Apapun yang tidak bisa menumbangkan kita dalam hidup ini, jadikanlah sebagai pupuk kehidupan. Lihatlah batu berharga, permukaannya diasah dengan benda keras (gerinda), sepanjang dia tidak pecah, maka besok lusa, dia akan menjadi kemilau indah. Mulailah menyadari perjalanan hidup kita sejak muda, semoga itu membuat kita selalu mawas diri.
Komentar