Saat senja mulai menyapa, aku masih terduduk lesu di ruang kerjaku. Pandanganku tertuju pada secarik kertas undangan pernikahan. Ku pijat perlahan dahi lebarku,"Aku terlambat dan..kalah" Pikirku. Dia memilih laki-laki lain dibanding diriku. Ada sejuta rasa yang membuncah dalam hatiku. Kenyataan yang pahit namun mau tidak mau harus ku terima.
---***---
Embun. Ya Embun, nama gadis itu. Aku terpesona dan terbuai dengan segala tingkah lakunya.
"Kesopanannya memikat di hati, mendamaikan jiwaku yang resah ini"
Aku mengenalnya saat masa-masa indah SMA. Dia adik kelasku. Saat pertama kali melihatnya dia sudah memagut segala hasrat jiwaku, dan mencuri perhatianku.
Cantik. Iy, dia cantik walaupun tentu saja banyak yang lebih cantik dari dirinya. Kalian pasti tahu Asmiranda, begitulah dirinya serupa tapi tak sama. Aku tidak bohong. Serius. Terserah kalian bila menganggap ini hanyalah khayalan kemudaanku saja.
Dia tomboy, bak laki-laki memakai rok. Kadang aku merasa sinting bagaimana aku bisa terpagut asmara dengan gadis tomboy seperti ini.. Entahlah.. Intinya aku tak bisa membohongi hasrat jiwa mudaku. Aku jatuh cinta padanya. Titik.
Masa-masa indah SMA pun berakhir. Aku pun mulai sibuk dengan kuliah, setelah lulus kuliah pun aku sibuk dengan statusku sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta. Semenjak lulus aku tak pernah bertemu dengan gadis pemikat hati itu. Cinta nyemot pun seolah tiada berbekas. Waktu memang begitu cepat berputar laksana anak panah lepas dari busurnya.
Medio Februari menyisakan sebuah cerita, saat seorang sahabatku menikah, ada sesosok gadis yang masih tersimpan dalam memori sejarah perjalanan cintaku. Gadis pemikat hati itu ada di sana. Anggun sekali. Aku terpesona. Dia bukan lagi gadis tomboy berambut ala Lady Diana. Jilbab ungunya seolah tersenyum manja padaku. Simfoni cinta. Nada-nada romantis mengalun merdu dalam senja itu. Oh indahnya cinta...
Mataku tak kuasa lepaskan diriku dari pagutan cinta. Aku serius kawan, aku terpesona. Andai kalian tahu betapa cantiknya dia. Saat mataku dan berlian matanya bertemu, aku tersenyum dengan semanis-manisnya senyuman. Dan dia pun tersenyum lalu tertunduk. Oh indah nian senyumnya. Lebih indah dari senyuman kamu, kamu dan kamu...
Semenjak itu ku niatkan dalan hatiku tuk meminang bidadari pujaan hatiku itu. Dari seorang sahabatku, ku dapatkan nomor hp-nya dan alamat rumahnya. Hampir saja aku lepas kendali untuk selalu menelpon atau meng-sms-nya. Aku pikir, bulan depan aku akan melamarnya bersama Ustadz Hasan, murobbie-ku. Inginku hari ini atau besok pinanganku ini, sungguh aku takut didahului orang lain.
Mimpi-mimpi indah mengalun merdu hilir mudik dalam setiap tidurku. Oh indahnya...
---***---
Ku tatap lekat-lekat surat undangan pernikahan dirinya. Ku tarik nafas dalam-dalam. Ketakutanku terbukti. Aku terlambat. Hanya terlambat beberapa hari. Ada rasa penyesalan yg mendalam dalam hatiku. Haruskan ku lepaskan bayangnya yang selama ini sertai diriku? Bisakah aku mencintai gadis lain selain dirinya? Haruskah ku tunggu jandamu?
"Haruskah ku mati karenamu.."
Ku langkahkan kakiku mendekati jendela kaca kantorku. Berat terasa. Senja. Temaram senja. Kembali ku tarik nafas sedalam-dalamnya sambil ku pejamkan mataku, mencoba meresapi perjalanan cintaku. Ah, percuma ku tangisi.. Hidup harus terus berjalan, denganmu atau tanpamu di sisiku.
Komentar