Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2013

Pusaran Rindu

Saat jam denting dua, sebuah pesan singkat nampak menari-nari dalam handphone jadulku. "Mas, اِ Ù†ْ Ø´َØ¢ Ø¡َ اللّÙ‡ُ minggu depan aku berangkat ke Jerman. Kuliah." Sebuah rasa syahdu menyentil ruang senduku. Nampaknya, aku akan kehilangan dia selamanya. Haruskah kuungkapkan segenap rasa hatiku kepadanya? Aku tahu. Aku sedang bermain hati dengan sebuah harapan hampa. Tapi, apa salahnya jika aku mengatakannya sekarang dengan seluruh jujur yang kupunya? Aku mencintainya sejak pertama kali aku mengenalnya. Dua belas tahun yang lalu.  Aku merindukannya. Namun, aku pun tak lupakan logikaku. Siapa dirinya, siapa diriku. Tapi, minggu depan ia akan pergi dan mungkin takkan bersua kembali denganku. Biarlah harapan hampa ini tinggallah harapan.  Kutarik nafas sedalam-dalamnya nafas, mencoba menguatkan mental kelelakianku. Setitik keraguan memagut jiwaku. Sebuah pertanyaan merayuku untuk diam,"Apakah kejujuran ini hanya akan mempermalukanku saja?"  Keheningan ma...

Catatan Hati Seorang Ukhtie 3 : Sepenggal Kisah

"Apa yang kamu harapkan dari kisah perjalanan cinta ini?" Kataku perlahan. "Apakah cuma menikmati sepenggal kisah saja tanpa keseriusan hendak dibawa kemana kisah ini?" Ia hanya diam tanpa kata. Aneh. Lelaki sedewasanya tak bisa bersikap dewasa. Mungkinkah ia tidak sedewasa seperti yang kukira? Terlalu sering aku menggugatnya dengan ucapan "Sampai kapan?". Entahlah. Aku merasa sedang menantang sang waktu. Perempuan pun ingin jua dimengerti apa yang diinginkannya. Namun tampaknya, laki-laki di sampingku ini tak pernah sedikit pun memahami apa yang aku inginkan dan harapkan. Nampaknya kata "Nanti" sudah cukup baginya melemaskan lidah ketidakdewasaannya yang sedari tadi diam membisu. Sejatinya, sungguh jauh dari memuaskan hatiku. Aku butuh tak cukup sekedar kata "nanti", tapi "kapan?" Waktu terlalu cepat melangkah. Melesat secepat kilat. Meluncur bak anak panah lepas dari busurnya. Usiaku bertambah dan ia ...

Hingga Akhir Waktu

"Kamu tahu jika usiaku hampir tiga puluh. Ingat, aku seorang wanita. Bagi seorang wanita usia tiga puluh sangat rentan dan menakutkan. Saat pernikahan sepupuku, om dan tanteku bertanya kapan aku menyusul. Dan tentu saja orang tuaku, selalu membahas dan bertanya kapan. Aku tertekan. Please, tolong jawab, apa yang harus aku lakukan. Aku mohon berikan aku sebuah kepastian yang akan membuatku tenang." Aku terdiam mendengar serbuan harapan-harapannya. Aku tak tahu harus menjawab apa. Aku terlalu lelah... "Kenapa kamu selalu diam jika aku bertanya kesungguhan dan keseriusanmu? Kenapa? Kamu memang tak punya hati. Tak punya perasaan. Kamu memang tak punya niat serius berhubungan denganku. Kamu egois. Kamu tidak pernah belajar untuk dewasa." Aku masih terdiam membisu. Hanya tarikan nafasku semakin sesak dan hembusan nafasku terasa berat. "Baik. Baiklah. Diam adalah pilihanmu. Aku tak sanggup lagi bertahan dan bersabar menunggu sikap dewasamu. Aku lelah.."...

Firasat Jiwa

Hidup tidak sesederhana seperti yang kita kira. Ada banyak jalan berliku yang harus kita tempuh. Bukan hanya satu jalan berliku, terlalu banyak liku jalan pilihan. Dan tidak simpel pula dalam proses pemilihan jalan itu. Terkadang kita keliru. Lalu pertanyaannya, haruskah kita mengalami kekeliruan pilihan jalan itu? Atau jangan2, kekeliruan itulah yang akan menunjukkan jalan terpilih tujuan sejati hidup kita? Entahlah Entahlah, terlalu banyak keluh yg terdetik dalam jiwaku. Mungkin jiwaku terlalu lelah menghadapi getar-getar asa yg membuncah. Memang harus kuakui, jiwa itu laksana sarang laba-laba yang terbuat dari benang rapuh. Tidak kuasa menahan beban terlalu berat. Tapi, saat kulihat jiwa kalian begitu mampu menahan arus perubahan hidup setitik pertanyaan mencuat dalam batinku. Jangan2 hanya jiwaku saja yang terbuat dari benang tipis itu dan jiwamu terbuat dari kawat baja sehingga sanggup menahan beban seberat apapun. Dan kuakui, aku iri. Jangan2 hanya jiwaku saja yang terbuat dari...

Lara Hati

Segurat luka nan perih masih menyisakan tanya dalam hatiku. Tak kuasa aku menyembuhkan luka hati secepat kilat. Sebuah pertanyaan yang masih saja berteriak dalam diamku selama ini. "Mengapa ia menolak pinanganku? Mengapa?" Dalam kamusku, jika ada seorang laki-laki yang baik datang meminang seorang akhwat wajib baginya untuk menerimanya. Dan aku pikir, aku laki-laki yang baik. Mungkin. Semoga saja. Ya, tentu saja aku seorang laki-laki yang baik. Aku seorang lulusan pesantren dan sarjana sekolah tinggi agama Islam. Tentulah aku orang baik. Aku pun hapal hampir sepuluh juz alQuran. Dan aku merasa, aku tak pantas untuk ditolak. Astaghfirulloh al-Adzhim.. Kuusap paras muramku. Aku beristighfar berkali-kali. Tak kusangka sampai keluar suara ujub nan takabbur. Siapalah diriku? Tak lebih dari tanah hina yang bernyawa. Kubuka jendela kayu berukir mawar. Derit suaranya yang menjerit bak deskripsi tangisan hatiku. Sekali pun aku tak pernah ditolak wanita ataupun akhwat. Karena memang ...

Cinta Telah Usai

Saat usia pernikahanku menginjak dua tahun. Ia tanpa kuduga menelepon rumahku dan berbicara pada mama-ku tentang rencana melamarku yang tertunda selama dua tahun. Mama-ku kaget, ia pun memintanya agar menghubungiku saja. Dan tadi, baru saja. Ia meneleponku. Lalu mengatakan kesiapannya untuk melamarku. Ah, ingin rasanya aku teriak, "Kemana saja dirimu selama dua tahun aku menunggu?" Ternyata ia tak pernah tahu jika aku telah menikah. Kisah yang tak pernah usai. "Aku sekarang telah menikah dan telah menjadi ibu bagi putriku tercinta. Maafkan aku... Aku terlalu lelah menunggu sebuah kepastian darimu. Maafkan aku..." Kukatakan kalimat di atas selembut-lembutnya yang diiringi sejuta rasa hatiku. Terlintas kenangan nan indah bersamanya. Ah, jika mengingat kenangan ingin rasanya kembali seperti dulu dan merajut kasih bersamanya lagi. Tidak! Duhai sang waktu, semua telah berlalu tak mungkin aku kembali ke masa lalu. Duhai jiwaku,tutuplah cerita lama dan bukalah lembaran b...

Romansa Cinta IPB

Medio Agustus 2012 Hening malam memagut jiwaku. Kutatap purnama rembulan di langit malam. Hembusan nafasku terasa berat. Aku merindukannya. Sangat merindu. Kupeluk lutut tirusku, bara rindu menyala-nyala dalam dadaku. Berat nian kurasakan beban cinta ini. Aku merindukannya dengan setinggi-tingginya hasrat merindu. Meirina. Namanya mengharu biru menggelorakan sejuta rindu selaksa syahdu dalam jiwaku. Darah mudaku menggelegak, panasnya membakar asmara mudaku. Kugigit bibir bawahku. Aku harus bisa menerima kenyataan. Aku tahu ini berat, tapi inilah fakta. Meirina bukan milikku lagi. Ia telah menikah dengan laki-laki lain. Aku tak punya hak sedikit pun menggugat kenyataan ini. Kutarik nafasku sedalam-dalamnya. Kesadaran seketika menyeruak segari jiwaku. Wahai Tuhanku, berikanlah aku kekuatan untuk melontarkan bayangannya jauh ke dada langit, hilang bersama purnama rembulan malam. Agarku bisa bahagia walaupun tanpa dirinya di sampingku. Wahai Tuhan, gantikanlah yang telah hilang, tumbuh...