Hidup tidak sesederhana seperti yang kita kira. Ada banyak jalan berliku yang harus kita tempuh. Bukan hanya satu jalan berliku, terlalu banyak liku jalan pilihan. Dan tidak simpel pula dalam proses pemilihan jalan itu. Terkadang kita keliru. Lalu pertanyaannya, haruskah kita mengalami kekeliruan pilihan jalan itu? Atau jangan2, kekeliruan itulah yang akan menunjukkan jalan terpilih tujuan sejati hidup kita? Entahlah
Entahlah, terlalu banyak keluh yg terdetik dalam jiwaku. Mungkin jiwaku terlalu lelah menghadapi getar-getar asa yg membuncah. Memang harus kuakui, jiwa itu laksana sarang laba-laba yang terbuat dari benang rapuh. Tidak kuasa menahan beban terlalu berat. Tapi, saat kulihat jiwa kalian begitu mampu menahan arus perubahan hidup setitik pertanyaan mencuat dalam batinku. Jangan2 hanya jiwaku saja yang terbuat dari benang tipis itu dan jiwamu terbuat dari kawat baja sehingga sanggup menahan beban seberat apapun. Dan kuakui, aku iri.
Jangan2 hanya jiwaku saja yang terbuat dari benang tipis itu dan jiwamu terbuat dari kawat baja sehingga sanggup menahan beban seberat apapun. Dan kuakui, aku iri. Iri pada kalian yang berjiwa kawat baja.
Hidup memang pilihan. Dan setiap pilihan tercermin hitam putih kehidupan, tercermin pula riak-riak besar dan kecil. Lalu, duuuh... Kenapa pula aku harus memilih jalan berriak besar dan jalan keliru?? Ah, kembali..
Ah, kembali ke awal. Mungkin jawabannya hanya satu, itulah hidup. Hidup adalah proses mematangkan jiwa. Fakta jiwaku belum matang. Kekeliruan pilihan wajar bagi jiwa yang belum matang.
Kembali riak pertanyaan terkuak, sampai kapan jiwaku akan matang dan sempurna? Entahlah.. Aku tak tahu.. Mungkin engkau tahu.. Katakanlah padaku, bagaimana proses kematangan jiwamu itu? Tunjukanlah padaku Ya Akhie.....
Terkadang (mungkin sering) terbetik dalam jiwa kita selalu ingin terlihat indah atw hebat di mata orang lain. Padahal sejatinya kita hina dan bernoda. Tidak mudah memang berjujur ria terhadap diri sendiri. Tidak mudah memang mengakui kesalahan betik-betik jiwa, terkadang kita berapologi ria seolah diri benar tiada noktah.
Itulah sebagian kepingan jiwa kita. Hanya diri yg bisa memfirasati dirinya sajalah yg menang...
Entahlah, terlalu banyak keluh yg terdetik dalam jiwaku. Mungkin jiwaku terlalu lelah menghadapi getar-getar asa yg membuncah. Memang harus kuakui, jiwa itu laksana sarang laba-laba yang terbuat dari benang rapuh. Tidak kuasa menahan beban terlalu berat. Tapi, saat kulihat jiwa kalian begitu mampu menahan arus perubahan hidup setitik pertanyaan mencuat dalam batinku. Jangan2 hanya jiwaku saja yang terbuat dari benang tipis itu dan jiwamu terbuat dari kawat baja sehingga sanggup menahan beban seberat apapun. Dan kuakui, aku iri.
Jangan2 hanya jiwaku saja yang terbuat dari benang tipis itu dan jiwamu terbuat dari kawat baja sehingga sanggup menahan beban seberat apapun. Dan kuakui, aku iri. Iri pada kalian yang berjiwa kawat baja.
Hidup memang pilihan. Dan setiap pilihan tercermin hitam putih kehidupan, tercermin pula riak-riak besar dan kecil. Lalu, duuuh... Kenapa pula aku harus memilih jalan berriak besar dan jalan keliru?? Ah, kembali..
Ah, kembali ke awal. Mungkin jawabannya hanya satu, itulah hidup. Hidup adalah proses mematangkan jiwa. Fakta jiwaku belum matang. Kekeliruan pilihan wajar bagi jiwa yang belum matang.
Kembali riak pertanyaan terkuak, sampai kapan jiwaku akan matang dan sempurna? Entahlah.. Aku tak tahu.. Mungkin engkau tahu.. Katakanlah padaku, bagaimana proses kematangan jiwamu itu? Tunjukanlah padaku Ya Akhie.....
Terkadang (mungkin sering) terbetik dalam jiwa kita selalu ingin terlihat indah atw hebat di mata orang lain. Padahal sejatinya kita hina dan bernoda. Tidak mudah memang berjujur ria terhadap diri sendiri. Tidak mudah memang mengakui kesalahan betik-betik jiwa, terkadang kita berapologi ria seolah diri benar tiada noktah.
Itulah sebagian kepingan jiwa kita. Hanya diri yg bisa memfirasati dirinya sajalah yg menang...

Komentar