Langsung ke konten utama

Firasat Jiwa

Hidup tidak sesederhana seperti yang kita kira. Ada banyak jalan berliku yang harus kita tempuh. Bukan hanya satu jalan berliku, terlalu banyak liku jalan pilihan. Dan tidak simpel pula dalam proses pemilihan jalan itu. Terkadang kita keliru. Lalu pertanyaannya, haruskah kita mengalami kekeliruan pilihan jalan itu? Atau jangan2, kekeliruan itulah yang akan menunjukkan jalan terpilih tujuan sejati hidup kita? Entahlah

Entahlah, terlalu banyak keluh yg terdetik dalam jiwaku. Mungkin jiwaku terlalu lelah menghadapi getar-getar asa yg membuncah. Memang harus kuakui, jiwa itu laksana sarang laba-laba yang terbuat dari benang rapuh. Tidak kuasa menahan beban terlalu berat. Tapi, saat kulihat jiwa kalian begitu mampu menahan arus perubahan hidup setitik pertanyaan mencuat dalam batinku. Jangan2 hanya jiwaku saja yang terbuat dari benang tipis itu dan jiwamu terbuat dari kawat baja sehingga sanggup menahan beban seberat apapun. Dan kuakui, aku iri.

Jangan2 hanya jiwaku saja yang terbuat dari benang tipis itu dan jiwamu terbuat dari kawat baja sehingga sanggup menahan beban seberat apapun. Dan kuakui, aku iri. Iri pada kalian yang berjiwa kawat baja.

Hidup memang pilihan. Dan setiap pilihan tercermin hitam putih kehidupan, tercermin pula riak-riak besar dan kecil. Lalu, duuuh... Kenapa pula aku harus memilih jalan berriak besar dan jalan keliru?? Ah, kembali..

Ah, kembali ke awal. Mungkin jawabannya hanya satu, itulah hidup. Hidup adalah proses mematangkan jiwa. Fakta jiwaku belum matang. Kekeliruan pilihan wajar bagi jiwa yang belum matang.

Kembali riak pertanyaan terkuak, sampai kapan jiwaku akan matang dan sempurna? Entahlah.. Aku tak tahu.. Mungkin engkau tahu.. Katakanlah padaku, bagaimana proses kematangan jiwamu itu? Tunjukanlah padaku Ya Akhie.....

Terkadang (mungkin sering) terbetik dalam jiwa kita selalu ingin terlihat indah atw hebat di mata orang lain. Padahal sejatinya kita hina dan bernoda. Tidak mudah memang berjujur ria terhadap diri sendiri. Tidak mudah memang mengakui kesalahan betik-betik jiwa, terkadang kita berapologi ria seolah diri benar tiada noktah.

Itulah sebagian kepingan jiwa kita. Hanya diri yg bisa memfirasati dirinya sajalah yg menang...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

13 Kasus Korupsi yang Belum Terselesaikan Versi ICW

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tantangan yang tidak mudah dalam pemberantasan korupsi. Nah, di bawah kepemimpinan pimpinan baru KPK nantinya, setidaknya ada 13 kasus korupsi yang harus dibereskan. Berikut ini 13 kasus korupsi yang belum terselesaikan versi Indonesia Corruption Watch: 1. Kasus korupsi bailout Bank Century 2. Suap cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI 3. Kasus Nazaruddin sepeti wisma atlet dan hambalang 4. Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang lain 5. Rekening gendut jenderal Polri 6. Suap program Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemenakertrans 7. Korupsi hibah kereta api di Kemenhub 8. Korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM 9. Korupsi sektor kehutanan khususnya di Pelalawan Riau 10. Kasus mafia anggaran berdasar laporan Wa Ode Nurhayati 11. Kasus korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan Freeport Newmont...

Memendam Rasa

Bertahun-tahun aku hidup dalam pendaman rasa yang membuat hatiku resah tak terperikan. Ketakutan jiwa kuanggap hanyalah halusinasi belaka. Akhirnya, kuobati dengan pikiran-pikiran positif bahwa akulah yang seharusnya introspeksi diri. Namun, akhirnya apa yang kupendam selama ini ternyata adalah kenyataan, bukan sekadar ilusi. Terkadang aku merasa kasihan kepada diriku sendiri. Aku telah tertipu bertahun-tahun oleh seseorang yang aku pikir bisa dipercayai. Mungkin inilah takdirku. Takdir yang harus aku terima sepahit apa pun. Walaupun aku masih geleng-geleng kepala, kok bisa berbuat seperti itu sambil terkesan. Lalu, datang kepadaku tanpa merasa bersalah. Senyum dan tertawa bersama keluarga kecilku. Tak pernah ada yang mengira penipuannya telah berlangsung ribuan hari. Bukan sehari dua hari, tetapi ribuan hari. Ckckckck... Tertidur ribuan hari sepertinya tak mungkin. Terlena dalam keadaan sadar, sepertinya seperti itu. Takdirku... Hari-hari berlalu dengan perasaan yang campur aduk. Aku ...

Alone

Aku memutuskan untuk pergi berlayar. Kukembangkan perahu layarku. Dan kubiarkan angin pagi lautan menerpanya. Amboi. Indah nian. Tak pernah aku menikmati kesendirianku selama ini. Kehidupan kota terlalu kejam menyiksa batinku dengan segala gemerlapnya. Kini di pagi yang cerah ini aku berlayar di tengah lautan bebas menikmati sisa-sisa hidup yang mungkin tak lama lagi kunikmati. Inilah kebebasanku. Mencumbu alam, menikmati alam.