Langsung ke konten utama

Ironi Jokowi

"IRONI JOKOWI"

Masih ingat gegap gempita dan sujud syukur "wong cilik" setelah Jokowi terpilih sebagai presiden ke - 6 Republik Indonesia. Jokowi adalah simbol wong cilik, simbol rakyat, simbol ketulusan, simbol kesederhanaan, simbol kejujuran. Jokowi adalah satria piningit. Sang terpilih. Karenanya pesta kemenangannya disambut begitu luar biasa. Rakyat telah menang. Begitulah pikiran simpatisannya ketika itu.

Kampanye dan janji politik Jokowi pun selalu menekankan rakyat dan rakyat, wong cilik dan wong cilik. Rakyat pun dibuat terpesona dan terpukau dengan kesederhanaan dan merakyatnya. Sihir Jokowi membuatnya terpilih menjadi orang nomor 1 di negeri ini. Rakyat pun tak sabar menanti kabinet pro rakyat dan professional sesuai janji politik Jokowi ketika kampanye.

Lalu tiba-tiba, "Puting beliung mengobrak-abrik suasana batin rakyat. Membelokkan secercah harapan itu pada kaca benggala kekelaman." Begitu kata Mas Joko Suud di Kolom Detiknya.

Bagaimana rakyat tidak terhenyak dan kaget. Kita dibuat kebingungan dengan manuver-manuver politik Jokowi. Kita dibuat bertanya, "Pak Jokowi ini presiden atau petugas partai?"

Kontroversi demi kontroversi disuguhkan kepada rakyat. Dari komposisi Kabinet Kerja-nya yang syarat politik dagang sapi dan politik balas budi hingga kasus kapolri, memilih wantimpres mantan bandar judi, ketidaktegasannya dalam penangkapan komisioner KPK Bambang W adalah sebagian kontroversi yang membuat rakyat percaya tidak percaya. Kaget. "Kok begini ya?"

Baru beberapa bulan saja sudah membuat banyak kegaduhan. Apalagi nanti. Mungkin sudah saatnya kita menggunakan logika untuk tidak lagi termakan sihir-sihir pencitraan dan janji politik palsu.

Saya sudah tidak percaya lagi dengan Jokowi. Muak dan (mohon maaf) jijik sekali. Bagaimana dengan Anda?

#RenunganPolitik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

13 Kasus Korupsi yang Belum Terselesaikan Versi ICW

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tantangan yang tidak mudah dalam pemberantasan korupsi. Nah, di bawah kepemimpinan pimpinan baru KPK nantinya, setidaknya ada 13 kasus korupsi yang harus dibereskan. Berikut ini 13 kasus korupsi yang belum terselesaikan versi Indonesia Corruption Watch: 1. Kasus korupsi bailout Bank Century 2. Suap cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI 3. Kasus Nazaruddin sepeti wisma atlet dan hambalang 4. Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang lain 5. Rekening gendut jenderal Polri 6. Suap program Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemenakertrans 7. Korupsi hibah kereta api di Kemenhub 8. Korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM 9. Korupsi sektor kehutanan khususnya di Pelalawan Riau 10. Kasus mafia anggaran berdasar laporan Wa Ode Nurhayati 11. Kasus korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan Freeport Newmont...

Memendam Rasa

Bertahun-tahun aku hidup dalam pendaman rasa yang membuat hatiku resah tak terperikan. Ketakutan jiwa kuanggap hanyalah halusinasi belaka. Akhirnya, kuobati dengan pikiran-pikiran positif bahwa akulah yang seharusnya introspeksi diri. Namun, akhirnya apa yang kupendam selama ini ternyata adalah kenyataan, bukan sekadar ilusi. Terkadang aku merasa kasihan kepada diriku sendiri. Aku telah tertipu bertahun-tahun oleh seseorang yang aku pikir bisa dipercayai. Mungkin inilah takdirku. Takdir yang harus aku terima sepahit apa pun. Walaupun aku masih geleng-geleng kepala, kok bisa berbuat seperti itu sambil terkesan. Lalu, datang kepadaku tanpa merasa bersalah. Senyum dan tertawa bersama keluarga kecilku. Tak pernah ada yang mengira penipuannya telah berlangsung ribuan hari. Bukan sehari dua hari, tetapi ribuan hari. Ckckckck... Tertidur ribuan hari sepertinya tak mungkin. Terlena dalam keadaan sadar, sepertinya seperti itu. Takdirku... Hari-hari berlalu dengan perasaan yang campur aduk. Aku ...

Alone

Aku memutuskan untuk pergi berlayar. Kukembangkan perahu layarku. Dan kubiarkan angin pagi lautan menerpanya. Amboi. Indah nian. Tak pernah aku menikmati kesendirianku selama ini. Kehidupan kota terlalu kejam menyiksa batinku dengan segala gemerlapnya. Kini di pagi yang cerah ini aku berlayar di tengah lautan bebas menikmati sisa-sisa hidup yang mungkin tak lama lagi kunikmati. Inilah kebebasanku. Mencumbu alam, menikmati alam.