Orang yang pernah mengikuti test atau ujian SIM pasti tahu betapa bobroknya polisi kita. Di depan mata gue sendiri mereka tanda tangan "Lulus" di berkas orang yang "nembak". Tanpa ujian praktek cuy. Baru kali ini gue ngelihat langsung kebejatan polisi. Selama ini gue tahu bejatnya di media saja.
Karena gue gak "nembak", gue pun ikut ujian praktek sendirian saja. Sendirian lho, parah banget yang lainnya mental "nembak" semua. Dan sesuai prediksi, gue pun harus mengulang. Dari awal gue sudah tahu modus mempersulitnya para polisi itu. Test teori saja gue dua kali dan gue pikir pastinya ujian praktek pun bakal dua kali juga. Jadi gue nyengir aj ngetawain lagaknya polisi penguji yang sok sopan.
Modus mempersulit orang memang menjadikan masyarakat yang hendak membuat SIM menjadi hancur juga moralnya. Akhirnya, mereka pun "nembak" deh. Tiada jalan lain dari pada nunggu lama. Parah banget ya di samsat pusat aja begitu bobroknya apalagi di daerah.
Memang ini bukan lagi rahasia umum. Polisi yang masih punya malu itu ada. Memang ada tetapi hanya sedikit. Entah kapan kita mempunyai polisi-polisi yang melayani masyarakat bukan mempersulit masyarakat. Iya memang kadang melayani masyarajat kalau ada duitnya. Ini fakta lho.
Rencananya gue tanggal 14 November ke sana lagi buat ujian praktek. Pengen tahu sampe dimana gaya mempersulitnya polisi-polisi samsat. Lumayan nanti bakal menjadi cerita yang panjang.
Serba salah memang kita tuh dengan polisi itu. Kita membutuhkan mereka tetapi mereka sendiri memanfaatkan rasa butuh kita itu demi keuntungan kantong-kantong oknum itu.
Dulu waktu gue jagain warnet bos suaminya Teh Reky 'Alimatussayidah, datang oknum polisi bawa berkas katanya dari kapolsek minta uang pengamanan yang harus dibayar tiap bulan. Waktu itu dikasih duit sama bos gue (lakinya Teh reky..haha...), seminggu kemudian datang lagi minta uang lagi. Gue tanya, "Bukannya udah Om?" Dijawab sama oknum itu, "Iya, udah cuma gue belum bayar kuliah nih. Bayar sekarang aja ya.." Lho... Lho.. Apa hubungannya warnet gue sama kuliahan dia? Oknum banget.
Polisi yang baik dan berintegritas memang masih ada. Kadang gue terharu melihat polantas di tengah terik mentari terus mengatur lalu lintas. Terharu banget gue melihatnya. Ini polisi yang dicintai masyatakat. Tanpa sadar gue pun mendoakan segala kebaikan buat polisi itu.
Saat ramadhan pun gue dibuat terharu dengan beberapa polisi yang membagikan makanan berbuka untuk pemudik. Subhanalloh. Beginilah polisi yang sebenarnya, polisi yang melayani masyarakat, polisi yang ada ketika masyarakat membutuhkan.
Di antara polisi-polisi yang baik, ada satu orang polisi yang Subhanalloh betapa baiknya polisi yang satu ini. Dulu waktu kuliah sama gue di UIN Ciputat, polisi yang satu ini rajin banget ibadahnya. Sholat dhuhanya rajin banget, selalu ngajak gue buat sholat. Subhanalloh deh pokoknya. Gue punya prediksi suatu saat temen gue ini bakal jadi pejabat tinggi di kepolisian. Aamiin..
Dari pengalaman gue di Samsat Daan Mogot itulah gue mulai faham banyak hal. Gue pun sempat juga "mewawancarai" beberapa calo berbaju tukang ojek. Harga yang mereka tawarkan bervariasi, ada yang 700rb, 750rb, 800rb, 650rb tetapi di ruang test sempat gue ngobrol dengan yang "nembak", dia bilang bayarnya cuma 500rb. Lima ratus ribu aja cuma ya. Hihi...
Oh iya, hampir gue lupa. Ada sosok yang ditakuti oleh polisi samsat, yaitu wartawan. Iya, oknum polisi itu paling takut sama wartawan. Ada yang tahu kenapa mereka takut dengan wartawan? Pastinya mereka takut kebobrokan mereka tersebar. Dan gue rencananya tanggal 14 November nanti mau pake name tag Pers atau reporter or wartawan.
So, buat kalian yang ingin membuat SIM pakailah name tag "PERS". Okelah jangan dilihatin name tag-nya tetapi talinya saja yang terlihat sepertinya sudah cukup membuat takut mereka.
Okeh cukup sekian nanti kita bahas lagi dengan detail alur proses pembuatan SIM termasuk foto loketnya. Nanti gue tulis di blog gue sedetail mungkin.

Komentar