"Ayah jangan menangis." Ujar putri kecilku saat melihat suamiku menangis tersedu-sedu ba'da qiyamullail. Aku pun belum pernah melihatnya menangis sememilukan seperti saat ini.
Suamiku tersenyum dengan sisa air matanya yang masih terlihat. Putriku mendekatinya dan langsung duduk di pangkuannya. "Bunda, sini." Panggil suamiku dengan lembut. Aku pun duduk di sampingnya. Seperti biasa aku akan mendapatkan 'pencerahan' baru dari suamiku.
"Ayah tadi sore bertemu dengan seorang pemulung tua yang seluruh tubuhnya penuh kutil." Ujar suamiku memulai tausyiahnya. "Ayah merinding dan terharu melihatnya." Ia berhenti sejenak lalu menatapku dengan mesra. Kusandarkan kepalaku di bahunya. Ia pun membelai kepalaku dengan lembut.
"Ayah pun mendekatinya dan memberinya uang beberapa ribu. Dalam perjalanan pulang ayah teringat terus dengan pemulung itu. Ayah merasa merasa menyesal hanya memberinya beberapa ribu, padahal seratus ribu pun rasanya masih kurang."
"Pemulung tua itu seolah teguran untuk ayah, untuk kita. Kita yang acapkali jarang bersyukur seolah lupa betapa nikmat Alloh itu begitu banyak dan tak terhitung. Kita yang seringkali mendewakan ketampanan dan kecantikan fisik menjadi sombong dan ujub."
"Ayah, merasa kasian kepadanya, betapa ujian Alloh itu begitu hebat untuknya. Kita sendiri mungkin tak akan siap dan mampu dengan ujian seberat itu." Ujar Suamiku sambil menatapku.
"Nanti kalau ada pemulung atau yang meminta-minta, De jangan judes dan galak ya. Kasih uang atau makanan." Ujar suamiku menasihati putriku dengan lembut. De Nadia begitulah ia dipanggil.
"Iya, ayah. Kemarin juga ada nenek-nenek yang minta-minta, De kasih uang lima ratus rupiah." Jawabnya dengan polos. Aku tersenyum mendengar ucapannya. "Kok cuma lima ratus, De? Kan uang jajan yang dikasih bunda tiga ribu." Tanyaku sambil membelai kepalanya.
"Iy, Bunda. Aku sengaja memberinya cuma lima ratus. Soalnya yang peminta-mintanya kan banyak. Biar adil dan kebagian semuanya." Ujarnya menjelaskan dengan logat cadelnya. "Duuuh, pintarnya putri ayah." Ujar suamiku sambil memeluknya.
Putriku memang cerdas. Usianya hampir lima tahun dan bicaranya seperti gadis dewasa saja. Terkadang kami dibuatnya tertawa ketika mendengarnya bercerita dengan segala kepolosannya. Ucapan suamiku memang benar sekali. Kami harus banyak bersyukur atas karunia Alloh ini. Alhamdulillah. Segala puji bagimu Ya Rohmaan.
Komentar