Cinta memang gila sangat gila dan aku merasa sebagai korban kegilaan cinta. Logikaku hilang dan mabuk kepayang. Aku tak pernah menyangka waktu enam tahun tak mengurangi rasa cinta dan rinduku kepadanya. Aku tahu ia sudah menikah dan mempunyai seorang putri nan cantik. Tetapi, saat bersua kembali dengannya menghadirkan sensasi rasa silam yang luar biasa.
"Marisa..." panggilku penuh kerinduan. Ia tanpa sengaja kutemui di tengah ribuan buku di Gramedia Bandung. Ia nampak kaget dan terkejut sekali. Sejenak ia terdiam membisu. Aku pun tersenyum dan mendekatinya.
"Aa..." Jawabnya singkat. Kutatap ia dengan antusiasme rindu yang luar biasa. Aku tahu sinar mata kami membayang kenangan masa lalu yang manis dan membahagiakan.
"Iya..." Jawabku singkat. Mata kami bertaut tanpa kami sadari. Aku dan dia masih terbius kenangan indah.
"Bunda..." Suara merdu gadis mungil mengagetkan kami berdua. Seketika kulihat wajahnya merona merah. Kurasakan parasku pun memerah juga.
"Namanya siapa sayang?" Tanyaku tersenyum sambil berjongok dan membelai gadis mungil ini. Ia nampak malu-malu. Marisa pun ikut berjongkok. "Namanya Nadia, Om." Jawab Marisa mewakili putrinya. Aku tersenyum mendengarnya.
"Marisa, telah lama sekali kita tak pernah bertemu. Dimanakah suamimu?" Tanyaku dengan lembut.
"Suamiku sedang duduk di sana." Jawabnya sambil menunjuk kursi baca di bagian tengah.
"Bunda, aku mau ke ayah dulu ya." Ujar Nadia dan tanpa menunggu jawaban Marisa ia langsung berlari. Kutarik nafas dalam-dalam sepertinya ini adalah momentumnya. Kutatap Marisa dengan nanar.
"Marisa, enam tahun yang lalu aku mencari-carimu. Kemana saja dirimu? Apakah kamu sengaja menghindariku?" Marisa tertunduk dan tiba-tiba saja kulihat genangan air mata di pipinya. Aku merasa kaget dan terkejut sekali.
"Maafkan aku.." Ujarku lirih.
"Tak mengapa." Jawabnya sambil mencoba tersenyum. "Maafkan aku yang terbawa kenangan masa lalu."
To be continued...
Komentar