"Takdir Cinta"
Aku hanya mengikuti alur hidup saja. Menjemput takdir Allah yang lain. Memang aku sendiri berharap dimengerti dan dipahami. Namun, aku tidak memaksa untuk dimengerti dan dipahami kok.
Aku tahu saat hari itu tiba akan ada hati-hati yang terluka. Akan ada mata-mata yang menangis pilu. Termasuk diriku. Ya, aku pun akan menangis karena aku tak mampu mengabulkan harapan-harapan. Aku sadar mungkin inilah resiko sebuah pilihan hidup.
Jelang hari H pernikahanku. Aku tak kuasa menahan lelehan air mataku. Muncul rasa malu yang dalam. Malu kepada Allah. Allah selalu menolongku. Apa yang aku inginkan selalu Allah berikan jalan.
Namun, dibalik tangisanku, aku pun bersedih dengan rasa empati yang dalam. Maafkan aku yang tak mampu membalas segala harapan. Karena aku hanyalah laki-laki biasa yang terkadang tak mampu berlari kencang.
Ketika aku bertemu dengannya di sebuah mesjid. Hatiku langsung berbisik lirih, "Cantik." Hatiku mengakuinya. Namun, aku tahu, aku dan dia hanyalah bidak-bidak kehidupan yang mencoba mengikuti alur takdir. Terlalu sederhana jika tujuan pernikahan hanya karena keelokan rupa.
Tidak. Bukan sebab kecantikannya kok. Lebih dari itu. Dia terlihat sangat cerdas, senyum yang tak pernah lepas dari wajah pualamnya, sampai-sampai aku tak sanggup untuk menatapnya.
Pertemuannya memang singkat. Tetapi, maknanya dalam sekali bagi kami. Imajinasiku melayang tinggi. Ya Alloh, diakah takdir cintaku?
Ketika kami sama-sama mengatakan "Lanjut", entah rasa apa ini namanya? Aku merasa telah menjadi seorang laki-laki sejati. Dan memang sepertinya inilah jalan menunjukkan identitas kelelakian.
Aku tak mampu bertutur
1. Lika liku or memperjuangkan cinta. Tidak disetujui ortu ikhwan.
2. Pas ke rumah akhwat menanyakan kesiapannya. Lurak2 dll, akhwatnya ditemani ponakan
3. Akhwatnya kecelakaan dan meninggal
Keadaan hatinya.. Terpuruk lalu menerima takdir Allah2
Komentar