Langsung ke konten utama

Cinta Itu....

CINTA ITU...

"Seperti yang pernah aku utarakan kepadamu kemarin. Aku tidak memintamu menjadi pacarku. Tetapi, aku memintamu menjadi istriku." Ujarku dengan lembut di ujung telepon.

"Terima kasih atas niat baik akhie. Aku menghargai itu. Namun, agar niat baik akhie penuh keberkahan. Sebaiknya katakan itu kepada orang tuaku langsung bukan kepadaku. Lagi pula, aku merasa sangat berharga ketika dipinta secara layak." Jawabnya dengan tegas.

Muncul rasa malu menghampiriku saat mendengar tegurannya. Iya, sebaiknya memang aku langsung menghadap orang tuanya. Bismillah, niat baikku karena Alloh. InsyaAlloh, Alloh akan mempermudah jalannya. Semoga. Aamiin.

Beberapa akhwat memiliki murobbiyah sebagai pembimbingnya namun karena akhwat ini afiliasi harokahnya berbeda, ia pun tak memiliki murobbiyah secara personal. Karenanya, sedikit membingungkanku bagaimana memintanya secara layak. Aku sadar kesalahan caraku di atas. Karenanya, besok aku akan "memintanya" secara layak.

Sejujurnya gadis ini tak asing bagiku. Ia adalah adik kelasku semasa SMA. Sejak SMA pakaiannya selalu berbalut hijab yang berbeda ukurannya dengan kebanyakan siswi lain. Begitupun setelah kuliah, ia tetap istiqomah dengan hijabnya.

Dan kemarin saat pernikahan salah seorang teman SMA-ku. Ia terlihat sedang bercengkerama dengan sang mempelai wanita. Seketika aku terpesona. Ia begitu anggun dan mempesona. Jilbabnya membuat hatiku yang galau serasa dielus-elus. Hatiku merasakan kedamaian saat melihat jilbabnya yang anggun itu. Dan hatiku berbisik lirih, "Berbahagialah lelaki yang beristrikan wanita berjilbab seanggun dirinya. Semoga laki-laki itu adalah diriku. Aamiin."

Dan di sela-sela pernikahan itulah aku meminta nomor Handphonenya kepada mempelai wanita yang notabene adik kelasku juga.

Begitulah prologku. Mungkin saking semangatnya dan kebingunganku karena ia tak memiliki murobbiyah membuatku lupa diri dengan menghubunginya langsung dan berterus terang tentang niatku.

Setelah aku menyadari kesalahanku, aku pun mempersiapkan mentalku untuk menghadapi orang tuanya. Bismillah. Aku yakin bisa.

Bagi kalian mungkin terkesan nekad saat aku menghadap orang tuanya secara sendirian saja. Tetapi, aku merasa nekadku ini adalah tanda kejantanan dan keberanian. Aku lelaki. Dan akan kutunjukkan bagaimana lelaki itu. Lelaki sejati adalah lelaki yang berani menghadap orang tua sang gadis untuk meminangnya sebagai istri.

Sehari kemudian...

Keringat dingin membasahi dahiku saat duduk di depan ayahnya. Suasananya sangat mencekam bagiku. Berbagai nasihat, pertanyaan dan sebagainya diajukan beliau kepadaku. Aku pun menjawab apa adanya termasuk niatku. Pokoknya semuanya kujawab sejujur-jujurnya. Tak ada yang kulebih-lebihkan karena sangat berbahaya jika kebohongan yang kuutarakan.

Plong rasanya setelah semua niat dan maksudku kuutarakan kepada ayahnya. Dan beliau meminta waktu untuk mempertimbangkan semua niat dan maksudku itu. Aku pun dengan mantap menerima permintaan beliau. Dan segera berpamit pulang.

Biasanya, menunggu itu adalah aktifitas yang sangat membosankan dan sangat menguji kesabaranku. Tetapi, kali ini Alloh mengilhamkan kesabaran kepada diriku. Iya, aku memang bertawakkal kepada Alloh. Biarlah Alloh yang menentukan. Aku yakin, jika niatku baik akan baik pula hasilnya. Apalagi jika niatku karena Alloh. Subhanalloh. InsyaAllah akan indah.

Alhamdulillah, ternyata aku tak butuh lama menunggu jawaban Sang Gadis dan orang tuanya. Mereka memintaku untuk datang dengan keluargaku untuk meminang secara resmi. Aku pun bersujud syukur. Tanpa kusadari, imajinasiku bermain dan menampilkan sebuah episode masa depan yang gemilang bersamanya. Indah semunya nampak indah. Ah, aku terbuai api asmara sepertinya. Sehingga keindahan sajalah yang terbayang.

Sebulan kemudian...

"Saya terima nikahnya Fatimah binti Muhammad dengan mas kawin seperangkat alat sholat di... Eh, salah.." Saking gugupnya aku sampai terlupa jika mas kawinku bukan seperangkat alat sholat. Para undangan pun seketika berteriak riuh, "Ulangi lagi... Ulangi lagi." Tentu saja dengan keriuhan tertawaan. Keringat dingin semakin membasahi jas pengantin yang kusewa seharga sekian ribu. Kutatap ibuku sekilas, ia tersenyum bangga kepadaku. Bismillah..

"Saya terima nikahnya Fatimah binti Muhammad dengan mas kawin uang sejuta rupiah dibayar tunai." Aku pun mengulangi ijab kabulku dengan mantap.

"Uangnya mana?" Tanya Pak Penghulu dengan cepatnya. Langsung saja kuambil dompetku dan kukeluarkan uang satu juta rupiah. Hampir semua para undangan tertawa terbahak-bahak termasuk Pak Penghulu melihat aksiku. Ah, masa bodo dengan tertawaan mereka yang penting sah dan berkah.

Alhamdulillah. Semua akan indah pada waktunya. Luruskan niat dan bergeraklah bersama keberkahan. Aamiin.

#RisalahCinta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

13 Kasus Korupsi yang Belum Terselesaikan Versi ICW

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tantangan yang tidak mudah dalam pemberantasan korupsi. Nah, di bawah kepemimpinan pimpinan baru KPK nantinya, setidaknya ada 13 kasus korupsi yang harus dibereskan. Berikut ini 13 kasus korupsi yang belum terselesaikan versi Indonesia Corruption Watch: 1. Kasus korupsi bailout Bank Century 2. Suap cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI 3. Kasus Nazaruddin sepeti wisma atlet dan hambalang 4. Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang lain 5. Rekening gendut jenderal Polri 6. Suap program Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemenakertrans 7. Korupsi hibah kereta api di Kemenhub 8. Korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM 9. Korupsi sektor kehutanan khususnya di Pelalawan Riau 10. Kasus mafia anggaran berdasar laporan Wa Ode Nurhayati 11. Kasus korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan Freeport Newmont...

Memendam Rasa

Bertahun-tahun aku hidup dalam pendaman rasa yang membuat hatiku resah tak terperikan. Ketakutan jiwa kuanggap hanyalah halusinasi belaka. Akhirnya, kuobati dengan pikiran-pikiran positif bahwa akulah yang seharusnya introspeksi diri. Namun, akhirnya apa yang kupendam selama ini ternyata adalah kenyataan, bukan sekadar ilusi. Terkadang aku merasa kasihan kepada diriku sendiri. Aku telah tertipu bertahun-tahun oleh seseorang yang aku pikir bisa dipercayai. Mungkin inilah takdirku. Takdir yang harus aku terima sepahit apa pun. Walaupun aku masih geleng-geleng kepala, kok bisa berbuat seperti itu sambil terkesan. Lalu, datang kepadaku tanpa merasa bersalah. Senyum dan tertawa bersama keluarga kecilku. Tak pernah ada yang mengira penipuannya telah berlangsung ribuan hari. Bukan sehari dua hari, tetapi ribuan hari. Ckckckck... Tertidur ribuan hari sepertinya tak mungkin. Terlena dalam keadaan sadar, sepertinya seperti itu. Takdirku... Hari-hari berlalu dengan perasaan yang campur aduk. Aku ...

Alone

Aku memutuskan untuk pergi berlayar. Kukembangkan perahu layarku. Dan kubiarkan angin pagi lautan menerpanya. Amboi. Indah nian. Tak pernah aku menikmati kesendirianku selama ini. Kehidupan kota terlalu kejam menyiksa batinku dengan segala gemerlapnya. Kini di pagi yang cerah ini aku berlayar di tengah lautan bebas menikmati sisa-sisa hidup yang mungkin tak lama lagi kunikmati. Inilah kebebasanku. Mencumbu alam, menikmati alam.