Pernah aku berbalut rindu yang begitu
dalam. Relung jiwaku hanyut dalam pusaran arus asmara yang begitu dalam. Lelah dan letih
kurasakan menanggung beban bara rinduku ini. Tapi…, itu dulu. Dulu sekali.
Sebelum kuterima surat
undangan pernikahannya.
Kutatap surat undangan pernikahannya di tanganku.
Benarkah ini? Mimpikah ini? Aku yang tak biasa mencinta sehingga luka ini
memerih mengiris kalbuku. Haruskah aku menangis? Menangisimu?
Sedu sedan tak bias kutahan lagi. Lelehan
air mata perihku semakin menyembilu hatiku. “Ya Alloh, ampunkanlah daku..
Ampunkanlah jiwaku yang lemah ini.. aku hanyalah seorang wanita biasa..”
Tiga bulan yang lalu, di sebuah pesantren
mungil di sudut desa terpencil tempatku mengabdi. Datanglah seorang laki-laki
gagah nan rupawan. Tidak. Aku tidak tertarik dengan ketampanannya. Semua orang
tahu jika ia adalah seorang ustadz muda, seorang hafidz, yang hafal 30 juz
Alquran. Kami memanggilnya Ustadz Kusnadi.
Ah, siapa yang tidak tertarik dengan lelaki
berprofil sholeh seperti dirinya. Aku tahu, selain diriku pengagum rahasianya.
Banyak pula diantara sahabatku dan santriawati-santriawati yang mengaguminya.
Saat itulah aku menyadari betapa salahnya
sifat cintaku.
(to be continued...)
Komentar