Langsung ke konten utama

Kisah Pangeran Emergi Sultan Ksatria Wangi


Saat aku memilih hidup di pengasingan, aku sudah tahu konsekuensi yang akan kuterima. Saat kuutarakan keinginanku caci maki dan hinaan kuterima dari kakang pangeran dan paman prabu. Aku hanya bisa menarik nafas perih dan mencoba menghiasi wajahku dengan senyuman.

Sungguh tragis. Hanya karena pilihan hatiku aku harus menerima takdir ini. Ah biarlah, tidak masalah bagiku gelar pangeran kesultanan berikut sang tahtanya direnggut dariku. Tidak masalah. Asal aku bias hidup bersama kamu wahai Tunggadewi.

Tahtaku tidak sebanding dengan kebahagiaan yang kurasakan saat hidup bersamamu. Maafkan keluargaku yang terlalu kolot dan feodal pemikirannya. Mereka hanyalah orang-orang yang tidak faham akan kebebasan. Mereka terikat dengan adat istiadat yang kaku.

Tidak. Seujung rambut pun aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Biarlah akan kuhadapi pengusiran ini dengan senyuman asal ad dirimu di sampingku.

Kutatap bundaku, Ratu Kencana Wangi. Tatapannya memerihkan jiwaku. Aku tahu ia bersedih dengan keputusanku. “Maafkan ananda, Bunda. Ananda ingin hidup bahagia dengan pilihan ananda.”

“Ananda pangeran, bunda tidak tahu apa yang ada dalam pikiran ananda. Bunda sudah tahu siapa itu Tunggadewi. Ia hanyalah seorang gadis biasa, gadis desa yang hanya ingin menguasai dirimu.” Suara bunda ratu meninggi, nampak marah kepadaku.

“Bunda, ananda mohon bunda jangan mendengarkan fitnah-fitnah tentang Tunggadewi. Ia seorang gadis terpelajar. Itu yang membedakannya dengan para putri-putri yang lain. Ananda harap bunda mengerti dan menerima pilihan hati ananda.” Pintaku memelas.

Bunda ratu terdiam sejenak. Ia menarik nafas dalam-dalam. “Baikah. Jika itu pilihan ananda, bunda merestui. Tunggu sebentar, ada yang ingin bunda titipkan kepadamu.” Bunda ratu pun melangkah cepat menuju keputrenan. Alhamdulillah. Restu bunda ratu yang paling utama bagiku.

Terlihat bunda ratu berjalan tergesa menujuku. “Ananda pengeran, cepat ambil ini. Ini adalah warisan ayah prabu. Bunda harap secepatnya ananda segera meninggalkan istana dan keluar kota raja. Kakang pangeran marah besar kepadamu. Ia akan menangkapmu dan membunuh Tunggadewi. Jagalah warisan ayahmu ini. Cepat pergi lewat belakang keputrenan! Bunda mencintaimu.”

Air mataku mengalir deras saat melihat bunda ratu menangisi diriku. Segera aku menyelinap melalui pintu belakang keputrenan. Kubuka bungkusan pemberian bunda ratu. Hah! Aku kaget tiada terkira. Ternyata yang diberikan bunda ratu adalah pedang pusaka kesultanan. Pedang Mustika Wangi. Dan sebuah kitab kumal nan tua. Kubaca sekilas. “Ilmu Pedang mustika Wangi.” Bahagia bercampur kaget menerima hadiah bunda ratu ini.
Aku harus segera menemui Tunggadewi. Bahaya mengintai kami berdua…. To be continued…

(beginilah klo lagi kacau.. ngelantur kemana-mana kagak jelas..hahahaha.. dimaklum y tanpa edit soalnya..)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

13 Kasus Korupsi yang Belum Terselesaikan Versi ICW

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tantangan yang tidak mudah dalam pemberantasan korupsi. Nah, di bawah kepemimpinan pimpinan baru KPK nantinya, setidaknya ada 13 kasus korupsi yang harus dibereskan. Berikut ini 13 kasus korupsi yang belum terselesaikan versi Indonesia Corruption Watch: 1. Kasus korupsi bailout Bank Century 2. Suap cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI 3. Kasus Nazaruddin sepeti wisma atlet dan hambalang 4. Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang lain 5. Rekening gendut jenderal Polri 6. Suap program Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemenakertrans 7. Korupsi hibah kereta api di Kemenhub 8. Korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM 9. Korupsi sektor kehutanan khususnya di Pelalawan Riau 10. Kasus mafia anggaran berdasar laporan Wa Ode Nurhayati 11. Kasus korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan Freeport Newmont...

Memendam Rasa

Bertahun-tahun aku hidup dalam pendaman rasa yang membuat hatiku resah tak terperikan. Ketakutan jiwa kuanggap hanyalah halusinasi belaka. Akhirnya, kuobati dengan pikiran-pikiran positif bahwa akulah yang seharusnya introspeksi diri. Namun, akhirnya apa yang kupendam selama ini ternyata adalah kenyataan, bukan sekadar ilusi. Terkadang aku merasa kasihan kepada diriku sendiri. Aku telah tertipu bertahun-tahun oleh seseorang yang aku pikir bisa dipercayai. Mungkin inilah takdirku. Takdir yang harus aku terima sepahit apa pun. Walaupun aku masih geleng-geleng kepala, kok bisa berbuat seperti itu sambil terkesan. Lalu, datang kepadaku tanpa merasa bersalah. Senyum dan tertawa bersama keluarga kecilku. Tak pernah ada yang mengira penipuannya telah berlangsung ribuan hari. Bukan sehari dua hari, tetapi ribuan hari. Ckckckck... Tertidur ribuan hari sepertinya tak mungkin. Terlena dalam keadaan sadar, sepertinya seperti itu. Takdirku... Hari-hari berlalu dengan perasaan yang campur aduk. Aku ...

Alone

Aku memutuskan untuk pergi berlayar. Kukembangkan perahu layarku. Dan kubiarkan angin pagi lautan menerpanya. Amboi. Indah nian. Tak pernah aku menikmati kesendirianku selama ini. Kehidupan kota terlalu kejam menyiksa batinku dengan segala gemerlapnya. Kini di pagi yang cerah ini aku berlayar di tengah lautan bebas menikmati sisa-sisa hidup yang mungkin tak lama lagi kunikmati. Inilah kebebasanku. Mencumbu alam, menikmati alam.