Langsung ke konten utama

Dua Keping Hati


Keping One…


Aku tidak terlalu suka dengan basa basi. Lebih baik berterus terang dan jujur. Itulah yang kurasakan saat hasrat menikah dalam diriku begitu membara dan menggelora. Kukatakan kepada murobbie-ku, Ustadz Ibrohim. "Ustadz, ana ingin menikah." 

Mendengar kejujuranku yang tanpa tedeng aling-aling, ustadz hanya tersenyum. "Antum mau yang seperti apa, Akhi?" Tanya ustadz sambil senyam senyum.

Aku terdiam, sedikit malu dan tak enak hati. "Begini, Ustadz.." Aku terdiam sejenak, menarik nafas. "Ana mengenal seorang akhwat, nampaknya ia baik untuk ana. Dan ana sangat mengaguminya, Ustadz. Apakah boleh dengan tidak memilih apa yang antum tawarkan, ustadz?" Kukatakan sambil menunduk. Kekhawatiran jika pilihan sikapku salah. 


Ustadz menarik nafas panjang,"Boleh, asal akhwatnya juga liqo." Terasa nada suara ustadz kecewa.

"Iy, ustadz, akhwatnya juga liqo kok!" Spontan aku menjawab. "Ya sudah antum tanyakan siapa murobbiyahnya. Nanti ana hubungi."

Aku mengangguk-angguk, "Iya,tadz. Nanti ana tanyakana pada akhwatnya" Aku sumringah, tiba-tiba, "JANGAN! Antum tidak boleh menanyakan langsung kepada akhwatnya, harus lewat perantara." Aku tahu ustadz kecewa, kentara dari kerasnya beliau berbicara.

"Iya ustadz.. Iy ustadz.." Aku mengangguk-angguk penuh ketaatan.

Gadis ini, wanita ini, akhwat ini, entahlah apa pun dia disebutnya. Aku merasa dialah permata yang selama ini kucari-cari. Saking mahalnya aku sebut dia permata. Aku merasa wanita ini memiliki segala kriteria yang kuinginkan. Aku merasa, sekali lagi aku merasa, dia akan membuatku semakin berrrasa ikhwan. Intinya aku terpesona dengan akhwat ini. Dan ingin meminangnya untuk jadi istriku.

Setelah berpikir kepraktisannya, akhirnya aku memutuskan untuk bertanya langsung kepada akhwatnya. Saran ustadz tak kuhiraukan. Dadaku berdebar kencang, sejuta rasa tidak karuan. Aku tahu nomor handphone akhwat ini. Telepon atau sms? Aku bingung. Akhirnya aku memilih via sms, lebih bebas dan tidak kentara kegugupanku.

"Assalamu'alaikum ukhty, afwan jika ana salah mengirim sms seperti ini. Ana hanya ingin bertanya no hp murobbiyah ukhty berapa ya? Sekali lagi afwan klo mengganggu" Serasa ada beban lepas dari diriku, saat smsku terkirim kepadanya, tentu saja bersama segala harap dan do'aku.

Dua jam telah lewat. Tak jua ada sms balasan dari akhwat yang telah mempesonaku ini. Aku semakin tidak karuan. Aku tidak bisa diam. Gelisah sangat. Sangat resah.

Setelah semalam aku tidak bisa tidur, sebuah sms baru terlihat di layar handphone-ku. Tergesa ku buka dan baca.

"wa'alaikumussalam. Ada ap ya akh?" Shock aku membaca sms balasan yang sangat singkat ini. Kupikir mungkin karena dia seorang akhwat harus jaim. Sangat wajar.

Aku berpikir keras, jawaban apa yang harus kukirimkan? Ah, kepalang tanggung lebih baik kukatakan yang sejujurnya. Terserah bagaimana tanggapannya, dari pada aku tersiksa lahir batin seperti ini.

Kukirimkan sebuah sms,"Ana mau ta'aruf sama ukhty lewat murobbiyah."...serrr...dadaku semakin membara.. Kututup telingaku saking malunya, terasa wajahku memerah nan panas.

Datangnya sms balasan begitu cepat, "Afwan akh, ana lagi fokus mau S2, belum terpikir untuk menikah.Syukron." Singkat, padat, jelas, tegas namun…. mengecewakan hatiku. Aku terdiam. Menarik nafas sedalam-dalamnya nafas.

Aku terduduk lesu, kutatap kembali sms di handphone-ku, berharap mimpi. Ternyata tidak, ini sms nyata. Duniaku hilang, senyumku hilang... permataku hilang.. Perlu waktu buatku mengikhlaskan hilangnya segala harapan dan asaku.

Waktu yang kubutuhkan cukup lama, 24 jam. Ya sehari sudah cukup buatku melupakan masalah yang menghimpit di hati. Aku biasanya sepuluh menit pun bisa me-manage hatiku bila masalah tiba, namun kali ini lain, mungkin karena masalahnya berbeda. Entahlah..

Senyuman kembali menghiasi wajahku. Kujalani kembali hari-hariku seperti biasa. Hasrat menikahku tertimpa kesibukanku sendiri. Aku fokus pada karierku. Aku pun tak peduli tentang menikah kembali.

Bukan tak ingin tapi hasrat menikahku seolah tiada rasa lagi. Biasa saja. Ketenangan yang mulai kudapatkan kembali terusik.

Sebulan pasca ditolaknya niat ta'arufku dengan sang permata hati ini, tersiar kabar pernikahannya dengan seorang ikhwan. Kuat keinginan mengetahui kebenaran kabar ini. Ternyata benar , di facebook aku membaca sebuah undangan pernikahan dirinya.

Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dirinya mau menikah dengan siapa. Tapi aku sedikit terhina dengan kebohongannya. Gadis ini menolakku dengan alasan mau kuliah S2. Faktanya dia menikah sekarang. Aku lebih suka kejujuran walaupun menyakitkan hati.

Arrrrrkh... aku kembali terperosok dalam dinamika hati. Inginku diam saja. Tidak memedulikan dirinya lagi. Memang aku pun niatnya begitu, tapi aku pun hanya manusia biasa. Punya perasaan jua. Ikhwan juga manusia. Aku berani mengatakan diriku seorang ikhwan, walaupun aku akui aku seorang ikhwan yang terlalu banyak kekurangan.

Ku jenguk diriku sedalam-dalamnya.. Rasa keterhinaanku, harga diriku yang terusik seolah ingin menyeruak keluar berteriak sekeras-kerasnya.

Akhirnya, sikap penerimaan atas apa yang terjadi dalam perjalanan cintaku mengisi hatiku. Biarlah yang terjadi biarlah terjadi. Apa peduliku? Apa hakku menghakimi takdir? Aku untuk kesekian kalinya tersenyum dalam hening, dalam sunyi. Aku mencoba membahagiakan hatiku dalam keheningan..


                                                                                  ****----****

Keping Two…

Rasa bahagia yang sangat dalam menyeruak dalam setiap langkahku. Kurapikan jilbab hitamku yang kusut tertiup angin senja. Aku bahagia. Berdebarnya sidang skripsi sudah kulalui. Kini aku bisa fokus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumahku yang sempat tertinggal gara-gara skripsi.. Dan aku pun bisa tenang dan santai membaca novel-novel koleksiku.

Aku memang hobi membaca fiksi, terutama fiksi islami. Aku juga tidak pernah absen acara pameran buku di Senayan Jakarta. Aku tak pernah lupa tiap awal bulan Maret ada Islamic Book Fair, tiap bulan Juli ada Pesta Buku Jakarta, dan terakhir tiap awal November ada Indonesia Book Fair.

Hasrat untuk S2 tentu saja menggebu-gebu dalam hatiku. Aku harus S2. Titik.

(to be continued... keabisan ide..)






Komentar

Postingan populer dari blog ini

13 Kasus Korupsi yang Belum Terselesaikan Versi ICW

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tantangan yang tidak mudah dalam pemberantasan korupsi. Nah, di bawah kepemimpinan pimpinan baru KPK nantinya, setidaknya ada 13 kasus korupsi yang harus dibereskan. Berikut ini 13 kasus korupsi yang belum terselesaikan versi Indonesia Corruption Watch: 1. Kasus korupsi bailout Bank Century 2. Suap cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI 3. Kasus Nazaruddin sepeti wisma atlet dan hambalang 4. Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang lain 5. Rekening gendut jenderal Polri 6. Suap program Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemenakertrans 7. Korupsi hibah kereta api di Kemenhub 8. Korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM 9. Korupsi sektor kehutanan khususnya di Pelalawan Riau 10. Kasus mafia anggaran berdasar laporan Wa Ode Nurhayati 11. Kasus korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan Freeport Newmont...

Memendam Rasa

Bertahun-tahun aku hidup dalam pendaman rasa yang membuat hatiku resah tak terperikan. Ketakutan jiwa kuanggap hanyalah halusinasi belaka. Akhirnya, kuobati dengan pikiran-pikiran positif bahwa akulah yang seharusnya introspeksi diri. Namun, akhirnya apa yang kupendam selama ini ternyata adalah kenyataan, bukan sekadar ilusi. Terkadang aku merasa kasihan kepada diriku sendiri. Aku telah tertipu bertahun-tahun oleh seseorang yang aku pikir bisa dipercayai. Mungkin inilah takdirku. Takdir yang harus aku terima sepahit apa pun. Walaupun aku masih geleng-geleng kepala, kok bisa berbuat seperti itu sambil terkesan. Lalu, datang kepadaku tanpa merasa bersalah. Senyum dan tertawa bersama keluarga kecilku. Tak pernah ada yang mengira penipuannya telah berlangsung ribuan hari. Bukan sehari dua hari, tetapi ribuan hari. Ckckckck... Tertidur ribuan hari sepertinya tak mungkin. Terlena dalam keadaan sadar, sepertinya seperti itu. Takdirku... Hari-hari berlalu dengan perasaan yang campur aduk. Aku ...

Alone

Aku memutuskan untuk pergi berlayar. Kukembangkan perahu layarku. Dan kubiarkan angin pagi lautan menerpanya. Amboi. Indah nian. Tak pernah aku menikmati kesendirianku selama ini. Kehidupan kota terlalu kejam menyiksa batinku dengan segala gemerlapnya. Kini di pagi yang cerah ini aku berlayar di tengah lautan bebas menikmati sisa-sisa hidup yang mungkin tak lama lagi kunikmati. Inilah kebebasanku. Mencumbu alam, menikmati alam.